BANDUNG, Pemerintah terus mendorong pengembangan unggas lokal menuju industrialisasi perunggasan yang berdaya saing global. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dr. Ir. Muladno, MSA saat menjadi keynote speaker pada acara Workshop Perunggasan Nasional yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung (4/6).
“Pemerintah terus mendorong para stakeholder untuk mengembangkan unggas lokal. Bagaimana unggas lokal ini bisa berdaya saing secara global,” ungkap Muladno.
Berdasarkan sejarahnya, tahun 1970-an populasi ayam ras hanya berjumlah ribuan ekor dan pada saat ini 45 tahun kemudian populasi menjadi kurang lebih hampir 3,3 Milyar ekor Broiler dan 210,3 juta ekor Layer. Pada saat yang sama populasi ayam Buras perkembangannya selalu mengikuti populasi manusia yaitu tahun 1970-an berjumlah dibawah 100 juta dan saat ini berjumlah 286,5 juta ekor.
Dari sumbangannya terhadap produksi pangan hewan asal ternak saat ini ayam Ras menyumbang 55% daging dan 71% telur. Sedangkan ayam lokal hanya menyumbang 11% daging dan 11% telur. Selain itu ayam Ras telah menimbulkan revolusi menu orang Indonesia dari Red-meat ke White-meat yaitu dari 55% konsumsi daging sapi / kerbau turun menjadi 17% dan mengkonsumsi daging unggas baik ayam Ras dan lokal menjadi 66% selama kurun waktu 50 tahun terakhir yang sebelumnya 15%.
Kini dapat dikatakan bahwa ayam ras menjadi suatu industri yang dilengkapi dengan industri pendukungnya yaitu pakan, bibit, obat-obatan dan industri pendukung lainnya. Untuk meningkatkan efisiensi produksi ayam ras, maka industri perunggasan telah mengintegrasikan usahanya dari hulu, budidaya hingga hilir.
Namun tidak demikian halnya dengan pertumbuhan ayam lokal yang boleh dibilang masih tertinggal dibandingkan ayam ras. Jumlah rumah tangga usaha peternakan ayam lokal menurun 54 % dalam kurun waktu 10 tahun (2003 – 2013) dan rata-rata kepemilikan jumlah ayam yang diusahakan per KK menurun dari 16 ekor menjadi 13 ekor. Untuk melindungi usaha unggas lokal sesuai dengan Perpres no. 39 tahun 2014 tentang Bidang usaha yang terbuka dan bidang usaha tertutup, maka unggas lokal dicadangkan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengan(UMKM) dan tertutup untuk skala perusahaan.
Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah guna peningkatan unggas lokal adalah dengan penetapan dan pelepasan Sumber Daya Genetik Hewan (SDGH) lokal dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian, peningkatan penyediaan bibit seperti pemanfaatan SDG Ternak Lokal dan asli serta penguatan wilayah sumber bibit. Pemerintah juga terus mengoptimalisasi kelembagaan seperti Unit Pelaksana Teknis (Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Sembawa dan Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Pelaihari) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah dan pemanfaatan instalasi pembibitan daerah, Swasta juga kelompok Pembibit. Menumbuhkan iklim usaha pembibitan yang lebih baik melalui asosiasi peternak unggas lokal seperti Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (HIMPULI) dan Gabungan Pembibitan Ayam Lokal Indonesia (GAPALI).
“Beberapa jenis ayam lokal telah kita tetapkan dan lepas SDGHnya, serta akan terus kita optimalkan peran kelembagaan seperti UPT kita di Sembawa yang punya tusi pengembangan ayam lokal, dan ada juga di Pelaihari untuk pengembangan itik. Selain itu pemerintah juga bekerjasama dengan asosiasi dalam rangka menumbuhkan iklim usaha unggas lokal,” jelas Dirjen PKH.
Menurut pemaparan yang disampaikan ketua HIMPULI, Ade M Zulkarnain, dari data yang disajikan oleh International Livestock Research Institute (ILRI), Indonesia salah satu dari tiga wilayah yang dinyatakan pusat domestikasi ayam dunia selain China dan kawasan lembah Indus. Sedikitnya ada 26 jenis ayam asli Indonesia, baik ayam untuk produksi maupun ayam untuk hobi (klangenan). Kondisi ayam asli Indonesia saat ini 80% hampir punah dan beberapa sudah punah. Beberapa ayam asli Indonesia merupakan cikal bakal ayam ras yang dilakukan rekayasa genetika oleh perusahaan raksasa/ Multi National Corporation (MNC) peternakan unggas. Saat ini Pemerintah telah menetapkan SDGH ternak lokal asli Indonesia setidaknya 9 SDGH untuk ayam dan 12 SDGH untuk ternak itik.
Ade juga mengajak masyarakat untuk lebih mengenal unggas lokal asli Indonesia. Ade berharap unggas silangan tidak diberi label atau sebutan ayam kampung karena hal itu dapat menganggu jalannya usaha ayam kampung yang asli unggas lokal.
“Kalo ayam silangan jangan disebut ayam kampung dong,” ujar Ade M Zulkarnain.
(Ismatullah Salim, S.Pt., Yuliana Susanti, S.Pt., M.Si – Humas Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan)
Sumber: ditjennak
workshop perunggasan juni2016
Home
liputan
workshop perunggasan juni2016
Kementan Dukung Industrialisasi Unggas Lokal Yang Berdaya Saing
No comments:
Post a Comment